**Selamat Ulang Tahun untukmu yang berbahagia..**
Untuk memulai sebuah kata kurasa tidaklah mudah. Bahkan dalam waktu ini pun, saya terlebih dahulu harus mengirim beberapa pesan singkat untuk bisa membuka tulisan yang telah lalu. Atau dengan kata lain, saya lupa password, dan parahnya lagi, lupa nama blog saya sendiri. Bukan hal yang perlu dibesar-besarkan sebenarnya, tapi cukup parah untuk ukuran perempuan yang mengaku kawanan pengenal teknologi modern. Ditambah lagi, saya harus menunggu buliran beras itu menghentikan suara gelembungnya dalam alat pemasak nasi; pertanda mau matang. Artinya, ya saya harus duduk diam, berpikir untuk membuat rangkaian kalimat yang enak dibaca, sambil meredam emosi saya untuk makan siang. Itu alasan mengapa saya cukup merasa kesulitan dalam memulai sebuah tulisan. Pernahkah Anda merasa demikian?
Baiklah, ini adalah tulisan kesekian saya, yang seharusnya bisa dibaca oleh orang-orang yang tertarik untuk mengenal dunia yang saya jalani. Sebenarnya, kumpulan tulisan saya tidak ada pada saya untuk saat ini, itu mengapa saya harus menulis beberapa kalimat lagi, agar blog saya bisa dikenal sebagai “BLOG”, yang pada umumnya diisi oleh beberapa atau bahkan banyak tulisan untuk bisa dinikmati calon penggemar saya. Bingung? Ini penjelasan singkatnya, tulisan yang saya buat selama ini berada di flashdisk kekasih saya, yang saat ini mengaku berada di daerah evakuasi Sungai Code – yang bahkan hingga hari ini saya tidak mendengar tentang kelanjutan lahar dingin yang mengalir di atasnya- parah untuk ukuran anak jurusan ilmu komunikasi!! Jadi, untuk sementara, saya hanya bisa mengeposkan tulisan-tulisan aneh semacam yang Anda baca saat ini.
**Saya Lapar**
Dan saya terkejut, ketika saya memulai siang saya dengan melihat ada bungkusan plastik di atas laptop berisi bika ambon (tanpa merek). Maaf untuk yang memberi saya makanan ini, saya tidak tahu harus berucap terima kasih pada siapa, karena namamu tidak tercantum di atasnya.
….
Sebentar! Tulisan ini terhenti untuk beberapa waktu, karena saya harus membagi tangan kanan saya dengan sendok dan keyboard. Jika kau tidak tahu, coba bayangkanlah suasana di dalam kamar saya. saya duduk di atas kasur hijau dengan laptop yang mulai memanas, piring dengan nasi yang panas pula, dan saya membuat tulisan ini dengan asupan nasi ke dalam mulut saya. Perpaduan yang cukup selaras.
….
Baiklah, terlalu banyak kata yang disampaikan dalam sebuah prolog tulisan. Dan aku mulai tidak yakin, kau yang masih antusias membaca tulisanku akan tetap tertegun di depan layar kecilmu atau tidak. Kuharap kau akan tersungging menuai senyum ketika kau terpaksa mengatakan “iya..”.
Dengan segan aku mengatakan bahwa banyak hal yang berubah semenjak aku menginjakkan kaki di atas ranah hidup dewasa. Banyak yang mengatakan bahwa sebuah kedewasaan tidak bisa diukur dari jumlah tahun yang kau emban dalam hidupmu. Ya, memang benar. Usia dua puluh dua tidak membuatmu berhenti untuk menangisi keadaan, usia itu tidak juga menghentikanmu untuk beradu pendapat dengan ibu atau ayahmu, usia sekian itu juga tidak membuatmu berhenti berkejar-kejaran dengan waktu untuk menentukan siapa pemenangnya, dan untuk usia yang dianggap cukup matang, kau atau bahkan aku tidak bisa untuk berhenti berkata dusta.
Aku beruntung memiliki orang tua yang tidak paham sedikit pun pada apa yang disebut kecanggihan teknologi, apalagi bisa membaca tulisanku yang saat ini kutujukan untuk mereka. Jika saja ahirnya mereka bisa menemukan tulisan ini, kata pertama yang ingin kumulai adalah
“Maaf, Ma Pa..”
Kalian terlambat mengetahui tulisan ini. Karena kupikir ada seseorang yang dengan senang hati akan membaca segala apa yang kutulis ini dan beranggapan bahwa aku adalah seorang yang bodoh. Dan kemudian, dengan kebaikan hatinya, dia akan membuat tulisan ini berada di tangan kalian. Itu akan lebih baik untukku, karena dengan begitu, aku bisa membuat hatiku lebih tenang tanpa harus berpanjang bicara di hadapan kalian.
Aku masih sama di hadapan kalian. Karena kurasa, sampai kapan pun, insting yang kalian miliki adalah aku tetap dan tetap gadis kecil yang tak tahu apa-apa dan pantas untuk dilindungi dengan beragam cara yang kalian miliki. Aku tidak marah dengan hal itu. Karena jika kupikir ulang, tidak ada ruginya menjadi anak kecil di hadapan kalian, hanya saja, ada beberapa waktu untuk membuatku terdiam, dan itu bukan waktu yang menyenangkan untuk dijadikan bahasan.
Untuk sekian waktu, aku kehilangan saat-saat terbaikku bersama kalian. Dengan segala kenangan atau mimpi yang berusaha kucapai, aku terpaksa membuat air mata kalian tertumpah di hadapanku. Pikiran-pikiran busuk yang sering kali kusampaikan beranggapan bahwa kalian tidak pernah sejalan dengan apa yang kuinginkan. Tentu saja pikiran kalian tidak akan setuju jika kalian tahu bahwa aku banyak melakukan kebohongan, tentu saja kalian tidak sejalan denganku ketika aku memutuskan untuk menjadi perokok ketika usiaku belum mencapai lima belas tahun (dan aku ingat, ketika matamu hanya terdiam dan tak berhenti menatapku dengan kemarahan yang begitu mendalam), tentu saja kalian tak pernah mengatakan ya untuk setiap apa yang kulakukan, karena aku sadar sepenuhnya bahwa kepercayaan itu mulai luntur sejalan dengan apa yang kulakukan.
Dan pada akhirnya, aku tidak melontarkan bantahan-bantahan lagi semenjak detak jantungmu berjalan kian cepat, dan selang-selang pernafasan mulai dipasangkan di dalam hidung salah satu dari kalian. Semenjak kalian mulai diam dan membiarkan aku merasakan semua akibat yang tak pernah kuduga sebelumnya, semenjak kalian mulai diberi kata-kata hinaan karena perbuatanku. Dan semenjak itu, kalian tetap melakukan hal yang sama, diam, dan tidak berusaha menyalahkanku.
Aku tertegun dengan apa yang kalian lakukan padaku. Batu kecil yang membuatku menangis membuat aku harus berhadapan dengan kenyataan yang membalikkan semua kehidupanku. Dan tanpa banyak kata, kalian mencungkil batu itu dan membuangnya sejauh yang kalian bisa, hanya untukku. Maaf, jika aku hanya bisa diam. Tidak bisa berkata apa pun di hadapan kalian. Jika aku siap, tanganku akan membungkus rangkaian sunggingan dan sepatah senyum yang akan kalian simpan sebagai bagian dari hidup kalian. Melalui tulisan ini, aku berharap ada satu bagian kesalahan yang dikurangi dalam daftar dosaku.
**Aku lelah dan mulai mengantuk**
Mungkin bagian penutup ini kurang begitu mengena untuk dibaca, tapi setidaknya, apa yang ingin kusampaikan beberapa hari ini tertuang di atas kertas, dengan atau tanpa komentar dari siapa pun.. Selamat siang..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar