And prepare for the worst...
Pernah mendengar sebaris judul digabung dengan satu kalimat di atas ini? Jika tidak, itu adalah salah satu kalimat yang aku sukai. Mempersiapkan untuk yang terburuk. Menyediakan beberapa rencana untuk mengatasi sesuatu. Jika semua rencana yang telah direncanakan gagal. Maka tetap saja, aku akan mengalami sesuatu yang dinamakan TERBURUK..
Aku tidak terlalu memikirkan judul yang kubuat. Karena bagiku, memberikan semangat untuk melakukan sesuatu jauh, jauh, dan jauh lebih mudah dari pada harus mempersiapkan diriku untuk menerima yang tidak kuinginkan.
Sama halnya dengan saat ini. Tidak terasa, tepat dua bulan aku mengerjakan skripsiku. Sebuah karya tulis, yang menurutku biasa saja, namun bisa mengantarku menuju barisan kursi di dalam Grha Sabha Pramana. Aku sangat paham dengan isi tulisan yang kubuat. Sebuah rangkaian singkat yang kulalui dalam hidupku, sebuah cerita yang kubuat dengan gaya bahasa yang sedikit ilmiah. Itu saja bedanya. Aku hanya menceritakan kisah hidupku sebenarnya. Aku mengeluh ketika membuatnya? Iya. Aku mengalami titik kebosanan dan kemalasan ketika aku kalah pada rasa kantuk? Tentu iya. Aku mengalami rasa suntuk ketika semua orang bertanya rangkaian cerita itu sampai di mana? Tidak ada yang menjawab tidak, termasuk aku.
Aku mencoba sesantai mungkin mengerjakannya. Tanpa sedikit pun tekanan. Aku bisa mengerjakannya satu minggu penuh tanpa istirahat yang cukup, namun aku juga butuh udara segar Bandung ketika aku mulai jenuh melihat berpuluh-puluh lembar tulisan itu menggelayut di depan mataku. Semuanya bermula dari nol. Nol puthul kalau kata orang Jawa. Tidak ada satu ide pun yang muncul. Tidak ada satu niatan yang utuh untuk memulai awal sekaligus akhiran untuk perkuliahanku. Aku sama sekali tidak tertarik dengan yang namanya periklanan. Baris-baris iklan yang mengantongi kolom televisi itu akan mempertemukan aku dengan dosen muda (yang akhirnya diberhentikan oleh pihak kampus. Ngak ngak ngak. Akhirnya!! See yaaaa..). Aku juga tidak tertarik dengan dunia jurnalisme, karena aku pikir aku akan menghabiskan waktu yang lama untuk menemui dosen parlente yang akan membimbingku. Dia parlente dan sangat kuidolakan, sampai dia memberiku nilai D, karena AKU TIDAK MEMBELI BUKU TERBITANNYA. WHAT THE FUCK..?!?!?
Dua kali aku mengalami kejadian ini. Yang satu lagi mata kuliah Kewarganegaraan. Namaku tidak tercatat di daftar mahasiswa yang membeli buku norak tanpa isi yang dibuat oleh dosenku. Aku sudah memiliki niat cukup baik untuk mengcopy buku itu. Tapi ternyata, niatan itu terbayar dengan nilai C yang kudapat. Absenku penuh, aku mempelajari buku aneh itu, dan aku selalu mencatat materi yang disampaikannya. Aku pikir, aku bisa mendapat nilai A dengan sangat mudah. Sampai aku harus mengetahui bahwa status ujian kali itu adalah ujian terbuka. TERBUKA, yang artinya, semua jawaban bisa dilihat di buku mana pun. Dan betapa terkejutnya aku, ketika aku menyadari bahwa semua jawaban itu bisa langsung dipindahkan dari buku yang dikarangnya. Aku memikirkan cara paling sederhana untuk mendapat nilai A yang kuinginkan. Kutulis isi bukunya, dan kutambahi sedikit opini. Tapi ingat, buku yang kumiliki hanya hasil PHOTO COPY (bukan asli karangan dosen itu). Alhasil? Nilai terbaikku untuk pemahaman akan akhlak dan moralku sebagai bangsa Indonesia dinilai dengan huruf C bulat. Bagian fight ku kali ini dijegal dengan dua puluh lima ribu yang harus kukeluarkan untuk membeli buku tidak bermutu itu. Mulai paham dengan arti mempersiapkan yang terburuk?
Sekali lagi, aku tidak pernah terlalu memikirkan dengan cara apa aku bekerja. Sama seperti saat ini. Aku berjuang keras melawan rasa malasku untuk lulus. Dengan caraku tentunya, dengan ruang perpustakaan yang kadang ribut di siang hari, dengan AC nya yang kadang mati dan kadang hidup (dan percayalah, itu cukup membuatku pusing), dengan mata yang semakin sayu, dengan bir dingin, dengan rokok yang lebih banyak, dengan liburan ke Bandung dan beberapa aktivitas baru lainnya, dan dengan cukup banyak doa.
Sedikit informasi : hari ini aku berhasil menyelesaikan 96 halaman skripsi yang aku buat (belum termasuk daftar isi, lampiran, dan daftar pustaka. Mungkin jika ditambahkan, akan mencapai sekitar 100 lembar lebih). Tidak terlalu banyak untuk ukuran skripsi. Tapi cukuplah kurasa. Aku tidak mau membuang banyak waktuku untuk menambah rangkaian cerita ilmiah ini. Dan besok pagi, aku berencana membuat cetakan yang harus kutunjukkan pada dosen pembimbingku. Mudah-mudahan tidak ada revisi yang terlalu banyak.
Aku masih tidak percaya. Selesai! Aku masih tidak percaya aku bisa menuliskan kata SELESAI untuk hasil karyaku selama ini. Wauw !!! it’s WAUW..
Gila, bok!!!
Sebenarnya belum benar-benar selesai sih, karena skripsi itu belum dicetak dan diperbanyak untuk kubagikan pada beberapa pihak. Tapi sama aja lah menurutku. Aku merasa, aku berhasil!!!
Dengar??
AKU BERHASIL menyelesaikannya..
Tinggal tunggu cerita berikutnya.. Tentang bagaimana aku harus masuk ke dalam ruang sidang, dan aku harus menanti kapan aku diwisuda.
Atau hasil terburuk lainnya mungkin?
Who knows?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar