Kita bermain dengan pengandaian. Jika pada akhirnya aku takut untuk membuat sebuah keputusan, apakah yang akan aku lakukan?
1. Aku akan berusaha membuat pilihan itu bernilai zero sum. Aku mendapatkannya, atau tidak sama sekali.
2. Aku akan membuat kedua pilihan itu menjadi milikku.
3. Aku akan membuat titik di dalam otakku menjadi diam untuk bekerja.
4. Aku akan membuat seolah hidupku tidak bermakna.
5. Aku akan menghilangkan faktor penyebab pilihan itu muncul.
Membuat sebuah keputusan berarti berhubungan dengan dua atau lebih pilihan. Lagi-lagi, jika aku berhadapan dengan kenyataan yang membuat aku harus berkata iya atau tidak, maka lima poin di atas akan kujadikan pilihan. Membuat pilihan di atas pilihan yang tersedia. Seperti itukah hidup? Berkutat pada memilih dan dipilih.
Sampai sejauh ini, pilihanku untuk membuat hidupku berbeda dengan orang lain membawaku pada satu titik kemarahan. Aku kembali lagi pada masa di mana aku harus bertahan seorang diri, tanpa ada seorang pun yang menemani. Jika dirunut ulang, pilihan yang kujalani membuat aku menjadi seorang yang tamak. Ingin memiliki segalanya, tanpa memikirkan apa yang terjadi setelahnya. Sebenarnya ada baiknya hal itu terjadi. “Ada baiknya” tentu terjadi setelah beberapa bulan kejadian yang kupilih. Untuk menjadi seseorang yang berguna di saat genting itu, justru malah membuatku kacau dan tidak berpijak pada pemikiran yang rasional. Apa yang terjadi adalah, aku terkungkung di dalam ketakutan dan pemikiranku sendiri. Berpikiran negatif, dan berusaha untuk berhenti memilih jalan yang lebih baik. Poin nomor tiga dan empat kulakukan secara bersamaan.
Faktor memilih itu muncul ketika aku dipandang sebagai orang yang memiliki kapabilitas lebih. Penilaian orang lain terhadapku membuat aku berdiri menjadi pribadi yang defensif. Berpikir bahwa apa yang mereka lakukan adalah untuk membodohiku. Aku mampu, dan aku bisa dengan mudah dimanfaatkan. Karena aku tidak bisa dengan mudah mengatakan “tidak”. Percayalah, aku tidak bisa menghilangkan faktor itu dari dalam hidupku.
Cara terbaik untuk menjalani hidup adalah dengan membuat semuanya tampak sederhana. Mencatat semua alasan, dan hasil positif apa yang akan didapat. Selesai semuanya. Dan menurutku, cara termudah membuat semuanya menjadi sederhana adalah mengenali diriku dan menjadi “aku”. Semua poin di atas sudah pernah kulakukan. Dan aku lebih bahagia ketika aku memilih minum teh panas dari pada es teh ketika udara panas menyerang. Hanya berbeda dua huruf “e” dan “s”. Sesederhana itu. Namun semuanya tampak lebih baik setelahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar