Jumat, 21 Januari 2011

Mereka yang Kukagumi..

Pernah suatu hari aku mencoba mencari buku karangan Sapardi Djoko Damono. Begitu sulit aku mencarinya. Dan saat ini, aku mulai tegang! Dia tidak ada di barisan buku yang kupajang di kamarku! Ke mana dia? Judulnya Membunuh Orang Gila.
Siapa yang meminjamnya? Aku benar-benar lupa! Padahal ada banyak bagian yang
kusuka. Rangkaian katanya. Ya, dia bisa mengganti beberapa istilah dengan tulisan
yang lebih rapi, hingga pikiran kita tidak hanya terpancang pada satu arti yang
telah dipahami sebelumnya.

Demikian pula dengan Ratih Kumala.
Belum banyak bukunya yang aku baca. Hanya
Genesis yang pernah aku habiskan. Itu pun karena bantuan penyakit yang tiba-tiba
datang. Karenanya, aku harus tergolek lemah dan tak bisa berbuat apa pun. Maka
kuputuskan untuk membaca beberapa buku yang belum pernah kuhabiskan sebelumnya.
Padanan kata yang dibuat di dalamnya menyiratkan sebuah alur sastra yang memukau.
Kita bisa merasa bahwa ada begitu banyak kata yang tidak pernah kita pakai dalam
kehidupan sehari-hari, dan bisa ditampilkan dengan apik untuk melukiskan kejadian
Ambon beberapa waktu yang lalu.


Maria Hartiningsih. Aku mengenal dia dari tulisan-tulisan “kaku” nya di
kolom Kompas. Aku menyukainya dalam artian, aku belum bisa menulis sebuah ritme
yang berkaitan dengan kehidupan dan kenyataan sosial. Ada dikatakan bahwa tiap
penulis harus berani keluar dari jalur penulisannya. Tidak hanya satu bahasan dan
pola yang sama tiap kali tangannya menulis. Itu yang belum kulakukan saat ini. Aku
bisa dengan mudah menggambarkan apa yang ada di otakku ke dalam sebuah rangkaian,
namun untuk menggabungkan dengan generalisasi pemikiran alamiku, aku belum sampai
pada tahap itu.

Martina Ariel. Aku belum pernah melihat tulisannya pernah diterbitkan. Mungkin ada ketakutan tersendiri di dalam dirinya. Tentang apa yang dipikirkannya mungkin tidak sebaik penulis lain. Tentang apa yang dilakukannya mungkin tidak sebaik yang diharapkan orang di sekelilingnya. Dia terlalu banyak berkutat pada hal yang sama, tidak berani membuat sebuah perubahan signifikan pada model penulisannya. Aku ingin melihat dia berani mengangkat apa yang menjadi keraguan di dalam dirinya. Dia pernah menulis mengenai tradisi kepulauan, dan dia tidak ingin menyelesaikannya. Dia pernah menulis tentang kepenatan kehidupan marjin, namun tak dianggap dengan respon yang baik. Dia pernah menulis tentang berbagai kenyataan yang melanda hidupnya, dan dia tidak berani mengatakannya secara langsung. Itu kesalahan terbesarnya, dia hanya berani di atas kertas!!

1 komentar:

  1. kamu tau justin larissa, partner? such a sexy (hiding) writter :p

    BalasHapus