Bagaimana pun, bagi setiap orang, hari ini adalah hari terbesar dalam hidupnya (selain hari ulang tahunnya, selain hari di mana dia dirampok, selain dia jatuh sakit, selain hari di mana ia ditinggalkan oleh orang yang disayanginya, selain hari di mana dia melakukan hal-hal yang dianggapnya luar biasa). Tapi tidak bagiku.
Hari ini adalah hari di mana alisku harus dicukur sedemikian rupa, agar katanya aku bisa tampil lebih menawan. Hari ini adalah hari di mana orang tuaku datang dan membuat hidupku jauh lebih kontroversial. Hari ini adalah hari di mana aku harus percaya bahwa lima tahun masa studiku hanyalah berakhir di atas pengakuan sebuah kertas. Hari ini adalah hari di mana aku harus merasa kepanasan dan berkeringat terus menerus. Hari ini adalah hari di mana aku duduk, dan mengantuk, menunggu namaku dipanggil oleh Master of Ceremonial.
Akan kuganti “hari ini” dengan kata wisuda.
Aku tidak tahu apa yang membuat hari ini dijadikan sebagai sebuah hari besar yang patut untuk dirayakan. Begitu ironis kupikir, jutaan sarjana muda terlontar ke sana dan ke mari. Hanya dalam satu hari mereka mengumbar uang dan senyum hanya untuk menggeser tali di atas samirnya. Satu hari berikutnya, mereka akan sibuk membagi kepedihan satu sama lain. Berusaha dan berjuang untuk mendapat sedikit cercah harapan.
Apa hanya aku saja yang tidak pernah merasa bingung? Wajarkah adanya diriku? Ketika semua asyik berpikir bahwa mencari pekerjaan adalah hal yang paling penting, aku justru tetap berkutat pada pemikiran bahwa aku belum siap untuk dijadikan pekerja. Aku lebih siap untuk menerima kenyataan bahwa aku masih harus banyak belajar. Meski pun aku sadar, dan sangat sadar bahwa aku memang membutuhkan apa yang dinamakan uang.
23 tahun aku hidup, aku bukan orang yang repot dengan apa yang dinamakan uang. Jika ada, aku akan sangat bersyukur. Jika tidak ada, aku percaya mereka akan jatuh ke tangan pemiliknya. Aku sangat percaya diri dalam hal ini. Aku berpikir, bahwa tanggung jawabku tidak bisa diukur dengan seberapa banyak uang yang kuhasilkan. Okelah, mungkin uang pada akhirnya akan berpengaruh pada status kita di masyarakat. Tapi untuk mencapai dan mendapatkannya? Belajar. Hanya dari proses pembelajaran aku bisa hidup.
Pemikiran yang sangat sederhana.. Dan sedikit tidak masuk akal.
Apa rencanamu setelah ini, Riel?
Pertanyaan yang sulit kujawab. Hanya tiga mimpi besar yang bisa kusampaikan jika aku ditanya demikian itu.
Kamu tidak tahu mau melakukan apa?
Bukan tidak tahu.
Tapi?
Tidak ada tapi. Kau tidak tahu bahwa aku telah menolak tiga pekerjaan hingga saat ini? Tiga!! Padahal semua lulusan muda akan sangat senang jika ditawari hal semacam itu.
Mengapa kau tidak mau menerimanya?
Karena aku tahu, aku masih ingin belajar hal lain. Sebentar saja. Berikan aku waktu untuk benar-benar tahu mau kulangkahkan kakiku ke arah mana. Aku tidak ingin gegabah menerima semua pekerjaan yang ditawarkan padaku.
Kusampaikan dengan cara yang baik pada ibuku. Dan dia dengan berlapang dada mau menerimanya.
Terima kasih untuk itu.
Aku tidak akan berlama-lama berpikir, Ma. Aku tahu kau begitu mengharapkan anakmu menjadi seorang yang berada di belakang meja dan menggunakan pakaian rapi.
Tapi tidak kali ini. Aku akan berusaha mengejar semua mimpiku. Dari nol. Dan aku tahu, pada akhirnya aku bisa mencapai kesemuanya. Tenanglah.
Dan untuk para pekerja kampus, terima kasih karena telah membuat kami harus berpanas-panas ria di bawah matahari dan ruangan tanpa AC.
Beginilah namaku saat ini: Martina Ariel, S.I.P (sip buat apa aja deeeeh)...
loves it partner :*
BalasHapus