Hari ini sungguh luar biasa!
Bagaimana tidak?
Kamu tahu berapa lama aku tidak
membuka laptop ini? Oke, itu terlalu berlebihan. Baru beberapa hari yang lalu
laptop ini kubuka, dan kemudian kututup kembali seperti biasanya. Hanya
berlangsung sekejap untuk menyelesaikan laporan keuanganku.
Maksud yang lebih spesifik
adalah, berapa lama aku tidak berkecimpung dengan keyboard yang semakin sulit
untuk kuakrabi ini? Dulu, semua hal yang kurasakan selalu kuakrabkan dengan
layar dan keyboard Lappyta. Dulu, semua hal yang kualami selalu berusaha
kuingat kembali dan kugabungkan dengan memori Lappyta yang semakin mengecil.
Namun beberapa tahun telah
berlalu, dan sayangnya, tidak pernah ada lagi tulisan teranyar tentang betapa
bahagianya (atau merananya) aku menjalani hidup untuk kemudian disajikan dalam
kata-kata dengan berbagai ragamnya.
Hingga sore ini datang.
Sore yang tidak cukup dingin.
Sore yang hanya ditemani dengan kipas angin berukuran sedang. Sore yang sepi.
Sore yang bisa membuatku memiliki cukup waktu membuka catatan-catatan lamaku.
Menyenangkan rupanya.
Sore ini usiaku bertambah
beberapa tahun setelah terakhir aku menulis tentang apa yang kualami. Ada
perbedaan luar biasa yang kurasakan. Aku masih tetap muda, aku masih tetap
wanita tentunya, dan aku masih tetap menjadi seorang Ariel (namanya).
Yang membuatnya menjadi berbeda
adalah, aku merasa kehilangan naluri yang biasa kupakai untuk merangkai
kata-kata menjadi tulisan yang enak dibaca. Aku merasa kesulitan untuk mencoba
merefleksikan apa yang terjadi beberapa tahun terakhir ini.
Sedikit demi sedikit kuselami apa
yang mendasarinya.
Dulu, separah apa pun hariku, aku
tetap menyempatkan diri untuk menyapa Lappyta. Entah untuk menulis, atau
sekedar mendengarkan lagu yang pas dengan suasana hatiku. Semakin usiaku
bertambah, aku tidak pernah lagi merasakan kenikmatan sederhana itu. Aku tidak
pernah mencoba mengurangi emosiku dengan tulisan yang kubuat, alhasil, tingkat
emosi yang kuhasilkan semakin membesar.
Dulu, selelah apa pun fisikku,
aku masih suka membicarakan manusia-manusia yang ada di sekelilingku. Hal itu
mendorongku untuk mau membaca dan mencoba menganalisa mengapa mereka melakukan
hal-hal yang kadang tidak masuk di akalku. Mau tidak mau, apa yang kubaca itu
otomatis menambah perbendaharaan di otakku. Dan perbendaharaan itu bisa kupakai
menjadi bahan tulisanku.
Jika kubandingkan dengan
sekarang, sungguh sangat jauh.
Hari-hariku kupenuhi dengan
kekhawatiran yang bertumpuk. Aku tidak bisa menikmati hariku seperti dulu.
Bahasa simpelnya “aku jadi nggak asyik..!”.
SERIUS..
Kamu tahu? Aku sekarang sedang
membawa satu nyawa di dalam perutku. Itu adalah hal yang sungguh luar biasa,
bukan? Tapi apa yang terjadi? Aku mengisi hari-hariku dengan hal-hal yang tidak
berwarna. Marah, dan terlalu banyak marah. Makan, dan seperti tidak bisa
merasakan di mana letak kelezatan makanan itu. Minum obat, tapi tidak merasakan
perubahan terstruktur dari sari kimia yang kuminum. Ke dokter, tapi aku hanya
bisa sekejap merasakan kebahagiaan ketika melihat bayiku bergoyang-goyang di
dalam perutku. Bekerja, tapi yang kudapat adalah hal-hal yang tidak membuatku
banyak bersyukur seperti dulu.
Pathetic..
Seharusnya, jika aku masih
memiliki naluri penulis seperti dulu, aku pasti menuliskan catatan-catatan
kecil tentang perkembangan janinku. Dari semenjak dia merasuk jadi satu dengan
ruhku, hingga saat ini, ketika dia memiliki hak untuk terlahir ke dunia dengan
kebahagiannya sendiri.
Di tahap ini aku sungguh kecewa.
Ketika ternyata, hidupku selama beberapa tahun terakhir ini membawaku menjalani
fase yang luar biasa berbeda dari sebelumnya. Sayangnya, fase ini justru
membuat muka dan mentalku menjadi seperti pejuang tahun 40’an. Tampak tua,
lelah, dan hanya menyisakan sedikit semangat hingga deklamasi kemerdekaan
terdengar lewat radio nasional.
Mengerikan ya?
Hingga sore yang luar biasa ini
datang menghampiriku. Dia sungguh baik.
Dia tetap membiarkanku untuk
sendiri, karena dengan begitu, aku bisa berpikir untuk melakukan hal-hal yang
bisa kulakukan ketika aku mulai bergulat dengan kesendirianku. Termasuk di
dalamnya, membuka catatan-catatan yang pernah kutulis, atau membuka blog
beberapa temanku.
Seakaan ditampar secara telak.
Bukan ditampar lagi. Tapi sejenis dijambak, dipotong sedikit bagian kepalaku,
ditariknya keluar otakku, kemudian dipasang lagi ke dalam tengkorakku, disisipi
dengan sedikit ingatan, bahwa menulis itu adalah obatku, canduku, dan rinduku.
Terima kasih, sore yang hebat.
Ingatkan lagi ketika aku mulai
gusar dan mual menjalani hidup. Aku harap, aku bisa menjadi manusia yang tetap
menyenangkan seperti dulu. Berbagi segala kepedihan denganmu, agar yang tersisa
untuk sesamaku hanyalah kebahagiaan.