Minggu, 26 Agustus 2012

Sedikit Menyadur Judul.. Dear, God..


Tuhan..

Pertama dan utama.. Saya.. Martina Ariel.. Manusia yang Kau ciptakan dua puluh empat tahun yang lalu, ingin menyampaikan maaf. Hari ini, sekitar pukul 19.47, saya telah mengataiMu dengan mirip Gempil. Kau masih ingat betul bukan dengan makhluk bernama Gempil (dia tidak terlahir dengan nama itu sebenarnya. Nama yang dia miliki sungguh bagus, Stanislaus Kostka Brillyan Vandyansa)? Karena satu dan lain hal, dia terpaksa harus menyandang nama Gempil untuk sekian lama.

Baiklah..

Begini ceritanya..

Tadi, Arya, meng upload foto berjudul “Man and Wild” (kalau nggak salah ya). Dengan kecanggihan tangan dan alat bantu teknis yang oke, dia berhasil membuat buram wajah Gempil. Wajah itu sungguh buram, Tuhan. Dan aku yakin, itu akan tampak, mirip, hampir sama sepertiMu.

_ Itu ceritaku, ceritamu?_

Hahahahahahahahaha.. Jangan marah, Tuhan. Aku percaya Kau memiliki selera humor yang sangat bagus.

Tuhan..

Yang kedua adalah.. Saya mengucapkan terima kasih, karena hari ini, waktu saya memutuskan untuk ke Gereja Kota Baru, meskipun saya tidak mendapatkan tempat duduk di dalam ruangan, saya bisa menikmati khotbah yang tidak membosankan. Si Bapak yang menyampaikan khotbah cukup oke untuk daftar jadi pemeran tambahan di Opera Van Java. Sumpah! Lucu gilak!

Tuhan..

Yang ketiga adalah.. Saya ingin menanyakan padaMu. Sesuatu yang tidak begitu penting sebenarnya. Waktu saya duduk di bangku biru tanpa sandaran punggung tadi, saya tiba-tiba berpikir begini “Tuhan, Kau mendengar semua pembicaraan di dalam hati kami, kah?”

Ada begitu banyak manusia di situ. Lebih tepatnya banyak kimcil. Dan Kau cukup tahu dengan perangai mereka. Alasan mereka datang ke sana mungkin hanya untuk bertemu dengan teman sebayanya, atau mungkin menjadikan gereja sebagai sarana cari jodoh seiman.

Oke.. Untuk alasan se-simple itu misalnya, saya yakin jika mereka saat itu akan berdoa demikian “Tuhan, aku mau yang itu (sambil menunjuk gadis atau pria idamannya)”. Di saat yang sama, mungkin, ada seorang nenek yang benar-benar membutuhkan pertolonganMu. Doanya pasti akan jauh berbeda dengan para kimcil tadi. Mungkin demikian ini, “Tuhan, tolong beri saya kekuatan.. bla , bla, and bla”. Ditambah lagi dengan saya ini. Tadi Tuhan mendengar kalau saya berkata demikian ini, bukan? “Tuhan.. Saya tidak bisa mengatakan apa pun lagi..”.

Baru tiga pengucapan dan pengharapan. Masih ada sekian ratus orang lainnya, atau bahkan ribuan, dan jutaan manusia yang terus berteriak di sebelah telingaMU.

Apakah Kau betah, Tuhan?

Saya yakin, doa-doa itu harus antre untuk mendapat persetujuanMu. Itu sebabnya, kadang, saya tidak bisa mendapatkan apa yang saya inginkan tepat di saat saya mengucapkan Amin.

_ Saya benar-benar bingung _

Untuk alasan sederhana ini, saya acungkan keempat jempol yang saya miliki. Four thumbsup for You!!!

Tuhan..

Hallllooooowwwww…

Ada alamat email kah? Atau Instagram? Atau tweeter mungkin? Supaya saya bisa menyampaikan apa yang ingin saya tanyakan, dan Kau membalasnya dengan cepat pula.

Hmmmmm… Kau tetap saja diam..

Ariel..

I’m here.. beside you..

Sedikit Menyadur Judul.. Dear, God..


Tuhan..

Pertama dan utama.. Saya.. Martina Ariel.. Manusia yang Kau ciptakan dua puluh empat tahun yang lalu, ingin menyampaikan maaf. Hari ini, sekitar pukul 19.47, saya telah mengataiMu dengan mirip Gempil. Kau masih ingat betul bukan dengan makhluk bernama Gempil (dia tidak terlahir dengan nama itu sebenarnya. Nama yang dia miliki sungguh bagus, Stanislaus Kostka Brillyan Vandyansa)? Karena satu dan lain hal, dia terpaksa harus menyandang nama Gempil untuk sekian lama.

Baiklah..

Begini ceritanya..

Tadi, Arya, meng upload foto berjudul “Man and Wild” (kalau nggak salah ya). Dengan kecanggihan tangan dan alat bantu teknis yang oke, dia berhasil membuat buram wajah Gempil. Wajah itu sungguh buram, Tuhan. Dan aku yakin, itu akan tampak, mirip, hampir sama sepertiMu.

_ Itu ceritaku, ceritamu?_

Hahahahahahahahaha.. Jangan marah, Tuhan. Aku percaya Kau memiliki selera humor yang sangat bagus.

Tuhan..

Yang kedua adalah.. Saya mengucapkan terima kasih, karena hari ini, waktu saya memutuskan untuk ke Gereja Kota Baru, meskipun saya tidak mendapatkan tempat duduk di dalam ruangan, saya bisa menikmati khotbah yang tidak membosankan. Si Bapak yang menyampaikan khotbah cukup oke untuk daftar jadi pemeran tambahan di Opera Van Java. Sumpah! Lucu gilak!

Tuhan..

Yang ketiga adalah.. Saya ingin menanyakan padaMu. Sesuatu yang tidak begitu penting sebenarnya. Waktu saya duduk di bangku biru tanpa sandaran punggung tadi, saya tiba-tiba berpikir begini “Tuhan, Kau mendengar semua pembicaraan di dalam hati kami, kah?”

Ada begitu banyak manusia di situ. Lebih tepatnya banyak kimcil. Dan Kau cukup tahu dengan perangai mereka. Alasan mereka datang ke sana mungkin hanya untuk bertemu dengan teman sebayanya, atau mungkin menjadikan gereja sebagai sarana cari jodoh seiman.

Oke.. Untuk alasan se-simple itu misalnya, saya yakin jika mereka saat itu akan berdoa demikian “Tuhan, aku mau yang itu (sambil menunjuk gadis atau pria idamannya)”. Di saat yang sama, mungkin, ada seorang nenek yang benar-benar membutuhkan pertolonganMu. Doanya pasti akan jauh berbeda dengan para kimcil tadi. Mungkin demikian ini, “Tuhan, tolong beri saya kekuatan.. bla , bla, and bla”. Ditambah lagi dengan saya ini. Tadi Tuhan mendengar kalau saya berkata demikian ini, bukan? “Tuhan.. Saya tidak bisa mengatakan apa pun lagi..”.

Baru tiga pengucapan dan pengharapan. Masih ada sekian ratus orang lainnya, atau bahkan ribuan, dan jutaan manusia yang terus berteriak di sebelah telingaMU.

Apakah Kau betah, Tuhan?

Saya yakin, doa-doa itu harus antre untuk mendapat persetujuanMu. Itu sebabnya, kadang, saya tidak bisa mendapatkan apa yang saya inginkan tepat di saat saya mengucapkan Amin.

_ Saya benar-benar bingung _

Untuk alasan sederhana ini, saya acungkan keempat jempol yang saya miliki. Four thumbsup for You!!!

Tuhan..

Hallllooooowwwww…

Ada alamat email kah? Atau Instagram? Atau tweeter mungkin? Supaya saya bisa menyampaikan apa yang ingin saya tanyakan, dan Kau membalasnya dengan cepat pula.

Hmmmmm… Kau tetap saja diam..

Ariel..

I’m here.. beside you..

Sabtu, 25 Agustus 2012

Waktu Indonesia Bagian Melouw..


Well, when you see me criying, don’t let my tears fall in vain..
Lord, I don’t know what to do.. You know my heart filled with pain..
Whoa.. When you hear me howlin’, baby..
You know it hurts way down inside..
-I Can’t Quit You, Willie Dixon-


Kolam renang UNY, 24 Agustus 2012..

Ini adalah saat pertama di mana aku menjajal khasiat kacamata renang bermerk Cina. Kacamata renang berwana putih, salah satu hadiah ulang tahun yang kuterima satu bulan yang lalu. Tidak terlalu buruk kurasa. Tidak ada air yang tiba-tiba masuk melalui sela di kiri dan kanannya, tidak ada celah yang tersisa untuk membuat mataku tetap kemasukan air berkaporit. Waktu pulang pun, mataku tetap berwarna putih dan hitam, tanpa sedikit pun tercampur warna kemerahan.

Untuk ukuran pola hidup sepertiku, paru-paru yang tidak lagi sehat, ditambah usia, dan sedikit niat yang tersisa, ternyata bolak-balik kolam renang berpanjang 100 meter itu masih bisa kulakoni. Dengan kacamata itu, aku bisa melihat dengan jelas apa yang ada di dalam kolam renang (sebenarnya tidak ada apa-apanya sih..). Hanya garis pembatas berwarna hitam di bagian bawah, kaki-kaki penghuni kolam yang asyik bergerak-gerak, dan kotoran yang melayang-layang. Karena aku memakai kacamata, yang bisa kulihat hanya bagian depan. Aku sedikit kesulitan untuk melihat bagian samping kiri dan kananku. Bisa sebenarnya, tapi aku harus menoleh untuk bisa melihatnya. Aku bergerak perlahan, mengatur irama gerakan, mensejajarkan gerakanku dengan garis hitam yang ada di bawahku, dan mencoba untuk tidak melihat kiri kanan. Karena aku bukan atlet renang, yang bisa kulakukan untuk mencapai panjang 100 meter itu adalah tetap fokus dalam mengatur nafasku. Ketika aku mencoba untuk membagi pikiranku dengan hal-hal yang tidak ingin kupikirkan, yang terjadi adalah aku tidak bisa mengambil nafas dengan baik. Dadaku sesak, dan aku terpaksa menelan sedikit kaporit.

Begini yang ada dalam pikiranku saat itu..

Kacamata ini oke juga ternyata. Aku ga bisa liat kiri kanan. Yang bisa aku lihat cuma bagian depan aja. Kaya kacamata kuda, ya? Mereka diharuskan memakai kacamata sebesar itu biar ga lihat kejadian yang ada di kiri kanannya. Yang harus dia lakukan hanya berjalan dan membawa beban di punggungnya. Gimana kalo aku pake kacamata ini di darat? Meskipun ga oke, tapi at least, aku bisa tetap fokus untuk menjalani apa yang ada di depan. Ga peduli sama samping kiri kanan. HAOP!! Air tertelan sedikit.. tapi apa gunanya juga? Toh yang berperan penting bukan mata, tapi pikiran. Ada ga si yang bisa buat kacamata untuk otak? Jadi, pikrian kita bisa diset untuk tetap fokus dengan apa yang ada di depan kita, bukan omongan orang atau apa yang kita lihat. Oh, berarti ketambahan kacamata untuk telinga. Gilak! Pasti bakal ngalahin Lady Gaga waktu aku pake kacamata renteng-renteng gitu. Bukan ide yang bagus kayaknya.. HAP!! Bibir semakin membuka lebar untuk mengambil nafas (artinya, irama nafas sudah tidak beraturan). FUCK OFF!!! Aku kenapa sih????? Thanx God, aku masih bisa menyentuh dinding kolam di seberang.

Aku melanjutkan pikiranku setelahnya, waktu berbilas di kamar mandi putri. Bagi yang belum tahu apa yang terjadi di dalamnya, aku beri tahu. Banyak atlet senam indah di kamar mandi itu. Kalian tahu pesenam-pesenam itu? Berputar-putar di dalam kolam, menaikkan kaki jenjang mereka ke atas, bergandengan, dan selalu membuat mulut banyak orang berdecak kagum pada mereka. Ada salah satu pengunjung kolam meniru gaya mereka. Dengan kaki yang luar biasa besar, ditambah bulu-bulu tebal di kakinya, dia hanya mengundang gelak dan pikiran “apaan sih?”. Pesenam-pesenam itu selalu menyelesaikan latihannya tepat pukul 19.00. Mereka tidak pernah mau mengalah dengan pengunjung lainnya. Dengan teknis ala pemudik, mereka menyerobot pancuran yang kosong atau masih berisi. Dan kalian tahu apa yang terjadi beberapa detik kemudian? Mereka akan dengan santainya telanjang bulat di bawah pancuran itu. GOD! Ini bukan Bali kali nek.. Hmmmm, dada mereka kecil, dan bentuk badannya sungguh aneh, penuh otot dan tidak memiliki bulu vagina (mungkin mereka sudah persiapan di rumah, sebelum memaksakan diri untuk mengikuti mode mandi telanjang di kamar mandi umum).

Mereka sungguh merusak pikiranku waktu itu. Meski hanya hal sepele yang kupikirkan saat aku keramas..
Aku berhutang banyak pada kehidupan. Banyak janji yang belum kulakukan. Aku berpikir singkat. Ada start, ada finish. Apa pun yang terjadi di tengahnya, aku harus tetap mencapai finish. Setelah itu, rombongan gadis mengerikan itu datang, dan memecah konsentrasiku. Aku lebih memilih untuk segera masuk ke ruang ganti, dan meninggalkan tempat aneh itu.

Aku bahkan tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada hidupku di kemudian hari. Apakah aku masih memiliki kulit coklat, apakah aku masih bisa berjalan-jalan sesuka hatiku, apakah aku masih suka marah dan diam, apakah aku masih tidak suka makan ikan, apakah aku masih bergulat dengan orang-orang yang sama, apakah aku masih tinggal di Yogyakarta dan bisa melihat gadis-gadis aneh tadi, apakah aku masih suka mengeluh jika panas terlalu mennyengat, apakah aku masih bisa menuliskan apa yang kuinginkan dan bisa dibaca oleh banyak orang, apakah aku masih aku yang sekarang?

Setelah sekian lama aku bisa kembali normal, aku kembali menemukan Ariel yang jalan sedikit terseok. Kakiku berat. Seaakan dihentikan untuk sementara waktu. Aku tidak lagi memiliki teman yang bisa kupercaya untuk berbagi. Sebentar lagi, salah satu teman yang senang mendengar aku bercerita, akan dikirim ke luar dari Pulau Jawa, dan aku harus bersiap untuk itu. Kertas-kertas akan semakin banyak bertumpuk. Entah dengan tulisan yang semakin menggoda, atau bahkan menjadi tidak berwarna.
Hidup baru saja dimulai. Usiaku masih menempati kepala dua. Masih belum banyak artinya jika dibanding tetua-tetua yang seakan tahu tentang berbagai macam hal. Itu artinya, masih akan ada (sekitar) tiga puluh tahun lagi untuk berbagi dengan kertas-kertasku. Saat itu tiba, aku akan memastikan bahwa, apa yang kutulis tidak dengan nada yang sama, tidak dengan warna yang sama, dan akan semakin membaik.

Jujur, aku sedikit takut..

Takut untuk memulai cerita-cerita baru itu.

Aku memulainya dengan sedikit tangisan, dan aku berharap, bahwa pada akhirnya, air mata itu tidak akan terbuang sia-sia.

-Untuk sebuah hidup-
Kehidupan, dan..
Orang-orang yang membuatku hidup..






Sabtu, 18 Agustus 2012

Happy Idul Fitri..


Oke…

Aku suka sendiri, aku suka menyendiri (kadang), aku suka kesunyian, pada intinya, aku suka jika harus melakukan beberapa hal sendirian..

Tapi ya nggak gini-gini banget kali..

Tahukah kalian? Hari ini adalah tanggal 19 Agustus 2012, di mana hampir sekian ratus juta penduduk di dunia mengalami masa kemenangannya. Well, di Indonesia, kami mengenal suatu tradisi bernama pulang kampung atau mudik. Ada beberapa dari sekian ratus juta manusia yang memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya, di mana pun itu. Sama halnya dengan 23 gadis (mungkin masih..) yang tinggal bersamaku di rumah sewa. Tidak ada dari mereka yang mau dicoret dari daftar warisan orang tuanya karena memutuskan untuk tetap tinggal di Yogyakarta.

Tapi tidak bagiku. Aku masih di sini. Di sebuah rumah kos berukuran cukup besar. Yah, kau bisa mengira-ngira sendiri, seberapa besar ukuran kos yang diperuntukkan untuk 24 orang wanita di dalamnya.

Mengapa aku masih di sini?

Great! Pertanyaan bagus.. Ini jawabannya:
  1. Aku tidak suka membayangkan (apalagi melakukan) jika aku harus dipaksa berdesakan dengan penumpang lain yang memiliki tujuan sama denganku. Aku tahu persis bahwa tidak ada cukup kursi untuk sekian banyak orang itu. Tapi please, saat melakukan adegan pendesakan itu, mereka terkesan mengerikan, lebih beringas dari pada hari biasanya. Dengan segenap tenaga yang mereka miliki, mereka akan mendorongku untuk menjauhi kursi yang aku incar.
  2. Dengan ukuran kakiku yang panjang, aku tidak suka jika harus dipaksa duduk di kursi bus yang berukuran sempit. Karena alasan itulah, aku lebih suka jika mendapat kesempatan untuk duduk di belakang bangku supir.
  3. Karena aku tidak suka kakiku terkekang, maka secara otomatis, aku tidak akan suka melakukan perjalanan sembilan jam dengan kaki tertekuk. Oke. Itu adalah ukuran normal ketika tidak banyak mobil antre di jalanan. Ketika massa mudik tiba, maka akan ada begitu banyak mobil di jalanan. Dan itu artinya, bus berukuran besar yang kunaiki akan terjebak dalam suasana macet. Artinya lagi, akan lebih dari sembilan jam untuk sampai di Kota Malang. Dan kau bisa membayangkan apa yang akan dilakukan kakiku? Tanpa perintah yang cukup panjang, dia akan dengan sendirinya menendang-nendang kursi yang ada di depannya. Dan aku tidak cukup kuat untuk menahan malu atas perbuatannya itu.
  4. Ketiga hal di atas baru sekali perjalanan. Ingat! Aku harus melakukannya  sekali lagi untuk bisa sampai lagi di Yogyakarta.
Dari empat poin pertimbangan tersebut, maka inilah yang kualami sekarang. Berada seorang diri di dalam rumah besar berlantai dua. Aku baru saja melongok ke depan kamarku. Hmmm.. Di garasi kami, yang berada tepat di lantai bawahku, hanya tersisa empat motor. Empat dikali 5 juta. Aku bisa mendapat sekitar 20 juta untuk motor bekas itu.

Biasanya, ada yang rajin menyalakan lampu untuk setiap sudut ruangan. Tugas itu dengan sendirinya dilakukan oleh pemilik kamar yang paling dekat dengan bola lampu. Dan hari ini, aku melakukan hal itu seorang diri. Aku menyeberang ke kamar di depanku, aku turun ke lantai bawah, dan aku berjalan dengan sengaja membunyikan sandalku, agar terlihat ramai. Kemudian aku naik lagi ke lantai dua. Masuk lagi ke kamarku, dan hanya aku yang menyalakan TV.

Huft..

Sedikit aneh ternyata berada di rumah ini sendirian. Mungkin baru tiga hari lagi rumah ini menjadi sedikit ramai.

But anyway..

Selamat Idul Fitri 1433 Hijriah ya untuk kalian yang mudik!

Salam, 

Penghuni Terakhir..

Jumat, 17 Agustus 2012

Selamat Ulang Tahun, Indonesia...!!



Aku yakin, akan ada begitu banyak orang yang memberimu selamat hari ini. Dengan segala bentuknya, dengan segala keinginannya, dengan segala cerita yang ingin disampaikan. Sama sepertiku. Aku ingin memberimu sedikit pengertian sebenarnya. Tidak ada yang aku lakukan untukmu hari ini. Aku tidak berbaris rapi membawa bendera untuk dikibarkan. Aku tidak berdiri memakai topi untuk mendengar guruku berceramah tentang moral murid yang semakin melorot. Aku tidak mengibarkan bendera di depan kamarku. Aku tidak ikut dalam lomba RT atau RW. Aku juga tidak keluar dari kamar kosku sampai pukul 14.00 tadi. Tidak ada hal istimewa yang kulakukan hari ini. Maka dari itu, aku memberanikan diri untuk menyelamati 67 tahun usiamu dengan cara seperti ini.

Jika kucermati lebih lanjut, ternyata semua proses ini baru saja dimulai. Sebuah proses yang mungkin akan jauh lebih penting dari pada memasang lambing (lambang maksudku) keperkasaan di depan pintu kamarku, atau sekedar berdiri dan bahkan tidak mendengar dengan baik apa yang disampaikan oleh inspektur upacara. Seperti sederetan kambing congek yang sengaja dipasang untuk pelengkap hari kemerdekaan. Berjajar rapi belum tentu bisa memahami arti kemerdekaan dengan baik, bukan?

Aku yakin, hanya sebagian dari mereka yang akan berucap syukur bahwa Indonesia masih bisa berdiri di atas dudukan kayu yang sudah semakin rapuh. Hanya sebagian kecil yang percaya dan yakin bahwa kemerdekaan itu diraih untuk membuka mata kami, sebagai kaum yang dimerdekakan dari orang-ornag terdahulu. Seperti laiknya para tetua yang selalu dimunculkan dalam profil televisi swasta.  Biasanya, orang-orang itu adalah para veteran yang “tinggal” di rumah yang tidak bisa kukatakan sebagai rumah. Atau mungkin, sosok lain yang dianggap berjasa oleh pemerintah. Hanya dianggap saja. Tidak lagi diperdulikan sebagai sosok yang justru memiliki doa paling besar dibanding manusia-manusia yang berdiri tegak di atas lapangan yang semakin memanas. Aku bisa mengatakannya seperti ini. Mereka dimunculkan, dan kadang dibantu. Agar masyarakat masih bisa berkata demikian “oh, ternyata masih ada yang peduli dengan mereka”. Setelah itu, semuanya akan berjalan seperti biasanya. Orang-orang itu akan tetap hidup dalam kebanggaan yang akan mereka pendam seumur hidup.

Yang tinggi semakin sibuk mencerna dari mana lagi aku bisa mendapat harta. Yang kecil hanya bisa geleng-geleng kepala, dan berharap bahwa esok hari perut mereka masih bisa diisi dengan sepuluk nasi. Bahkan ketika nasi itu pun telah mengeluarkan lendir.

Sama saja dengan aku saat ini. Aku tidak terlalu memikirkan apa yang diartikan sebagai sebuah kebebasan atau apa pun namanya. Kadang, jika aku bisa merunut ulang apa yang pernah kuanggap sebagai sebuah pembelajaran, aku hanya bisa tertawa. Sebegitunya aku dibuat terpelanting ke sana dan ke mari. Aku diberi banyak pilihan dan kebebasan untuk melakukan apa yang ingin aku jadikan keputusan. Aku menarik nafas panjang, menghembuskannya, mencoba menutup mata sejenak, kadang diiringi dengan sedikit air mata busuk, membuka kembali, dan tidak ada yang berubah. Ternyata tidak ada yang berubah ketika aku hanya berusaha untuk tidak mau tahu.

Bodoh, sungguh bodoh aku pikir. Gandum tidak akan menjadi tepung jika hanya dipandangi sekian hari.

Ariel…

Jika saja aku bisa membayangkan seperti ini. Orang-orang yang hidup di atas tadi tentu memiliki sebuah kendala berat dalam hidupnya. Mau atau tidak mau, mereka hanya akan berkawan dengan Dia. Aku yakin, bahkan aku pun tidak akan memikirkan mereka setiap hari. Jadi, kesimpulannya adalah, mereka hanya bisa berkeluh dengan si Pemilik Hidup. Mungkin dengan begitu, mereka bisa merengek untuk sedikit diubah jalan hidupnya.

Aku juga tidak tahu bagaimana cerita itu dituliskan untuk manusia. Apakah seperti aku ini?

Menulis jika benar-benar ada mood untuk melakukannya. Karena dengan begitu, hasil tulisan itu akan enak untuk dibaca dan didengarkan. Pasti, waktu Dia menulis cerita untuk orang-orang itu, Dia sedang bingung. Jadi, cerita yang dihasilkan hanya akan membuat orang yang membacanya mengernyitkan dahi.

Hmmmm.. Iya ga sih?

Aku harap, Dia tidak langsung membalas tulisanku kali ini. Dia pasti tidak mau kalah denganku. Jika aku tidak mau kalah, yang aku lakukan sekarang adalah langsung membalas tulisan ini. Tapi masalahnya, tidak mau kalah adalah sebagian dari bentukan nafsu. Bukan nafsu yang diharapkan menjadi penyelesai suatu masalah. Jadi, aku masih berharap bahwa Dia hanya tersenyum ketika melihatku menulis saat ini. Harapanku yang lain adalah, Dia masih sibuk mengetik atau menghapus cerita milik manusia lain.

Heloooowww!! Siapa kamu, Ariel??

Lagian tema kali ini adalah kebebasan, bukan? Jadi, suka-suka Dia dong mau menulis apa tentang kamu. Bisa saja setelah kamu mematikan lappyta, Dia akan membalas semua pertanyaanmu. Seperti biasa, bukan dengan cara-cara yang umum untuk dilakukan.  Dia tahu pasti bagaimana kamu membenci sebuah keragaman.

Huffft.. Iyaaa..

Hei, Indonesia!

Selamat ulang tahun ya.. Apa pun alasannya, seharusnya kamu masih bisa berbangga, karena masih ada yang mengais hidup dari dalammu. Mungkin ada sebagian orang seperti aku, yang mengejekmu habis-habisan, dan merasa semakin tidak peduli dengan orang-orang di sekitarnya. Tapi ingatlah, masih ada orang-orang yang peduli denganmu. Mendoakanmu setiap saat, bersamaan dengan bunyi keroncongan perut mereka. Sanggahlah mereka dengan sisa tenaga yang kau miliki, Indonesia.

Cerita untuk kita baru saja dimulai. Aku untuk aku, dan ulang tahunmu untuk mereka.

(Aku berharap, Dia tidak melihatku sedang membuat tulisan ini. Ssssttt..)







Rabu, 15 Agustus 2012

Mulai Lagi Ya..

Selamat malam..

Aku terkejut. Benar-benar terkejut! Mungkin akan tampak seperti ibuku yang terkejut ketika tempe yang digorengnya tidak bisa bertahan dalam waktu dua jam? Mungkin seperti kakakku yang terkejut ketika tiba-tiba mukanya menjadi sangat jelek pasca melahirkan? God! Jerawatnya tumbuh di mana-mana, bahkan di leher. Dulu, aku sangat iri pada kulitnya. Kenyal, kuning, eksotis, dan sama sekali tidak bernoda. Sekarang? Bayangkan! Masak di leher tumbuh jerawat? Bukan cuma dia yang terkejut, anaknya pasti juga terkejut waktu dilahirkan.

Hari ini, tepat pukul 23.00, aku mencoba membaca blog yang pernah aku buat. Dan aku sangat terkejut. Apa yang ada di dalam pikiranku saat itu adalah:
1.       Bahkan, ketika aku mencoba mengetik tulisan-tulisan ini, tanganku tidak lagi selihai dulu.
2.       Sebegitu sibuk kah aku? Seakan waktu untuk duduk, diam, dan merenung pun seakan tidak ada.
3.       Aku pernah ulang tahun, tetap di tanggal yang sama, 22 Juli. Aku mendapatkan keponakan yang lucu, aku mencoba memapankan diriku pada sebuah pekerjaan baru, aku mengalami beberapa rasa yang aku rasa perlu untuk kusampaikan. Tapi kesemuanya itu tidak ada. Sama sekali tidak tercantum di dalam daftar “Isinya Macam-macam”. Tanggal terakhir yang bisa kulihat di situ adalah 23 November 2011. Hampir Sembilan bulan yang lalu. Setelah itu, aku seakan terlalu sombong untuk membagi kisahku pada orang lain.

Aku bersyukur pada waktu yang sama ketika aku membaca beberapa tulisan Justin on the Go! Akhirnya ya Tuhan! Dia sedikit beranjak dari kehidupan autisnya. Aku pikir dia tidak menyukai kaum lelaki seperti pada umumnya manusia wanita. Tapi ternyata semua terbantahkan. Dia menulis berbagai tulisan, yang aku yakin, bahwa dia sedang mengalami masa kasmaran (di mana dia tidak mau ditinggal, sulit untuk berpisah, kegalauan untuk terus berusaha pada hubungannya, dan cerita-cerita sejenis, yang tetap dimunculkan dengan nuansa khas galau dan resah akan cinta). Syukurlah, partner..

Hmmmm yah.. Beberapa waktu kemudian aku beranjak pada folder yang memenuhi kolom D lappyta. Di dalam folder “Fun With Me” tidak aku temukan sebuah cerita baru yang bisa aku baca. Kubandingkan dengan folder “Work it Out”. Begitu aku klik, ada begitu banyak yang bisa aku lihat. Pekerjan-pekerjaan kecil sampai besar yang pernah aku kerjakan.
Kasihan aku ya?

Selama hampir sembilan bulan itu, aku seperti tidak memiliki waktu untuk berpikir seorang diri. Yang aku pikirkan adalah bagaimana aku membahagiakan orang lain, bagaimana aku harus menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya, bagaimana aku harus menata agar folder-folder itu bisa bertambah banyak, bagaimana aku harus menyapa setiap hariku dengan membuka folder yang sama, bagaimana aku harus mengatur jam-jam di dalam hariku menjadi sedikit lebih lambat, bagaimana, bagaimana, dan bagaimana yang lainnya.
(Aku menjadi lebih cepat dan tidak mengalami kesulitan lagi ketika mencari huruf-huruf di atas keyboard.. Ternyata, sendiri itu tidak terlalu mengecewakan, ya? Aku tetap suka kesendirian, dan aku bahagia!)
Jika kau tahu, aku melakukan beberapa hal ini secara bersamaan. Duduk jigang (tau jigang? Seperti ini: lipat kaki kirimu kea rah dalam, naikkan kaki kananmu sedikit menuju arah dagu, dan tanamkan pipimu di atas lutut kananmu itu. Sebenarnya, akan lebih tepat kalau gaya duduk seperti itu dibilang pekokok’an), memasang headset dan mendengarkan Amy Winehouse, menyalakan rokok, dan sesekali mengarahkan mata pada televisi. Di situ ada SBY yang sedang berusaha menjelaskan pertemuannya dengan beberapa pihak yang terkait kasus suap (tertanggal 8 Oktober 2009). Aku tidak ingat pasti apa yang kulakukan di tanggal itu. Aku rasa, aku, sebagai salah satu rakyatnya, melakukan hal-hal seperti thethek sore dan berenang. Atau mungkin, saat itu aku sedang berlari-lari memutari GSP? Oh, tidak mungkin! Pertemuan itu dilakukan siang hari. Aku tidak mungkin mau lari-lari seperti orang gila di waktu itu. Jadi mungkin aku sedang belajar di dalam kelas (belajar???? Ada  yang percaya? Percayalah, aku bisa lulus dari UGM karena belajar. Belajar?? Mmmm… apakah itu seperti duduk dan membaca buku untuk dihafalkan? Atau memilih mencontek di waktu ujian? ).
00.16.. Begitu yang tertulis di jam lappyta..
Tidak ada tema pasti yang ada di dalam tulisan ini. Aku hanya sedang mengembalikan masa di mana aku bisa berpikir tentang apa pun, membayangkan hal-hal menyenangkan, dan menuliskannya sesuai dengan skenario yang kuinginkan.
Tiba-tiba aku ingat pada salah satu komen (beberapa percakapan kecil sebenarnya) di bawah foto yang dipajang oleh salah satu temanku. Foto itu termuat apik dalam Instagram (tau kan Instagram? Perangkat yang dikhuskan untuk berbagi jepretan sederhana?  Baru kali ini aku update dengan dunia maya). Gambar itu menunjukkan perjalanannya ke Bali. Dia memasang gambar ketika dia melakukan penyelaman. Ada komentar seperti ini di bawahnya:
Pemberi komentar: “ke mana aja, Mbak? Ga pernah keliatan di klub?”
Pemajang foto: “iya nih. Lagi sibuk skripsi, jadi ta tinggal dulu nyelemnya”
Pemberi komentar: “kan bisa jalan dua-duanya harusnya. Buat selingan aja nyelemnya” (aku rasa dia sudah masuk masa sok tahu. Kadang memang ada orang yang bisa mengerjakan beberapa pekerjaan dengan daya fokus yang luar biasa bagus. Tapi ada kalanya, ketika ada orang yang memutuskan segera keluar dari kehidupan kampusnya, dia akan berusaha keras, kalau bisa 48 jam di depan computer. Dia tidak bisa menyamaratakan kesemuanya dengan generalisasi yang ada di pikirannya.)
Pemajang foto: “enggak. Aku fokus skripsi dulu” (jadi, dia masuk dalam karakter orang kedua yang kutulis di atas”
Pemberi komentar: “Kan harusnya bisa nyelem sambil minum air, Mbak” (dia tetap ngeyel..)
Meskipun aku tidak mengenal si pemberi komentar itu, tapi aku tetap menuliskan sebaris komentar ini untuknya..
Ariel: “sambil nyelem minum air? Antara kaporit dan garam.. Sama-sama pait!”
Suatu peribahasa yang sedikit bodoh. Seperti iklan salah satu provider yang aku rasa sama bodohnya dengan peribahasa itu.
Cernalah kata-kata yang dipakai “aduh.. lima (atau empat) angka nomor di belakang punya Bang Haji ilang nih” “sms aja satu-satu” “satu-satu (pertanyaan bagus)???” “iya, sekarang kan gratis kalau sms. Tenang aja”..
Baiklah.. sudah mulai tampak di mana letak kebodohan percakapan mereka?
Kasihan pemeran wanita dalam iklan itu. Entah apakah dia masuk dalam sederetan wanita cantik tapi berotak kerikil, ataukah dia diposisikan demikian dalam iklan tersebut. Dari jawaban yang dia sampaikan, satu, itu sangat tidak solutif. Dua, pernahkah dia belajar tentang “probablitiy” waktu SMA? Tiga, jika dia tidak pura-pura sakit pada waktu pelajaran “peluang” itu, dia pasti bisa bisa menjawab berapa pesan teks yang harus dikirim oleh pemeran laki-laki. Ada sekitar 4000 sekian pesan teks yang harus dikirimnya.
Ya Tuhan! Bahkan ketika bahasa lain yang ingin disampaikan adalah “ini lho.. Providerku bisa ngasih gratisan waktu kamu butuh 5000 sms gratis (aku yakin, jumlah ini bakal habis untuk anak SMP yang baru belajar gaul)”, please, tidak adakah representasi percakapan lain yang lebih bermutu?
Sangat bodoh! Sebodoh kata-kata yang disampaikan oleh pemberi komentar tadi.
Bro, aku tidak tahu apakah kamu berusaha perhatian pada si pemasang foto, ataukah kamu benar-benar sok tau dengan apa yang dinamakan mengerjakan skripsi (aku yakin! Waktu kamu mengerjakan puluhan lembar kata-kata ilmiah itu, tabung oksigen yang biasanya kamu pakai di dalam laut atau kolam akan berpindah di dalam kamarmu. Kamu akan butuh tabung itu!! Percayalah!).
Aku tidak berniat untuk meminta maaf atas kebodohan peribahasa itu, atau bagaimana orang menyampaikannya pada orang lain. Tapi aku rasa, aku pikir, dan aku simpulkan, di mana biasanya orang melakukan penyelaman? Laut.  Latihan di kolam. Danau yang benar-benar memiliki pemandangan bagus. Bahkan ada yang melakukannya di dalam gua. Ingat tempat-tempat yang aku sebutkan ya.
Oke, akan lebih mudah ketika kita menyamakan pendapat. 98% orang di muka bumi akan menjawab LAUT jika ditanya di mana mereka melakukan penyelaman. Seperti orang akan menjawab AQUA ketika ditanya mau minum apa. Kau bisa membayangkan menyelam sambil minum air laut? Garam-garam itu akan mengikat sel darah merahmu secepat kilat, meningkatkan denyut nadimu, dan itu artinya jantung akan bekerja jauh lebih cepat dari biasanya, pasokan oksigen ke otak berkurang, dan matilah kau di laut. Lagian, mana ada orang nyelem ga pake alat-alat berat itu? Ada sih, tapi itu hanya sebagian penduduk asli yang tidak memiliki biaya untuk membiayai alat-alat mahal itu. Ketika orang merasa dehidrasi di dalam laut, dia tidak akan membuka maskernya, dan melakukan kegiatan seperti ikan koi (membuka menutup mulut untuk mendapat oksigen).
God!!
Benar atau tidak jika aku mengatakan bahwa peribahasa itu sangat bodoh untuk menggambarkan kau bisa melakukan beberapa hal dalam satu waktu?
Mengapa tidak diganti dengan sambil boker, menyulut rokok? Atau apalah, yang sedikit relevan untuk dibaca dan disampaikan.
Hahahahahahahahaha…
Aku bahagia malam ini. Betapa indah menggunakan imajinasiku untuk menulis sesuatu. Ternyata aku masih memiliki ide untuk menulis. Dan aku masih cukup pintar untuk melakukan beberapa hal secara bersamaan. Ditambah satu lagi, aku bisa mengerjakan beberapa hal di atas tadi dengan membalas sms dan mengangkat telepon. Betapa hebatnya aku malam ini..